Takut Kepada Selain Allah, Bolehkah?
Oleh: Ali Mahfudz, S.Th.I., M.S.I.
Di masa pandemik Covid-19 yang melanda Indonesia pada khususnya, sering terdengar ucapan: “Jangan takut dengan Corona, takut itu hanya kepada Allah.” Apakah manusia selaku makhluk yang diciptakan dha’if tidak boleh takut kepada jenis makhluk lainnya seperti Corona?
Al-Imam Syihabuddin Abi al-‘Abbas Ahmad bin Idris bin ‘Abdirrahman al-Shanhaji atau yang lebih dikenal dengan Imam al-Qarafi (Wafat tahun 684 H) dalam salah satu karyanya Kitab al-Furuq: Anwar al-Buruq fi Anwa’i al-Furuq Jilid 1 halaman 1365-1366 mengatakan:
وقد يكون الخوف من غير الله تعالى ليس محرما كالخوف من الأسود والحيات والعقارب والظلمة
“Terkadang takut kepada selain Allah tidaklah haram seperti takut kepada ular besar, ular, kalajengking, dan kegelapan.”
Bahkan, terkadang takut kepada selain Allah adalah wajib. Imam al-Qarafi melanjutkan:
وقد يجب الخوف من غير الله تعالى كما أمرنا بالفرار من أرض الوباء والخوف منها على أجسامنا من الأمراض والأسقام وفي الحديث فر من المجذوم فرارك من الأسد
“Terkadang takut kepada selain Allah adalah wajib sebagaimana kita diperintahkan untuk menghindari daerah yang terkena wabah karena dapat menimbulkan sakit dalam tubuh kita. Dalam hadis disebutkan: “Larilah (kamu) dari orang yang terkena lepra sebagaimana kamu lari dari singa.”
Beliau menambahkan sebuah kaidah:
فصون النفس والأجسام والمنافع والأعضاء والأموال والأعراض عن الأسباب المفسدة واجب
“Menjaga jiwa, tubuh, keuntungan, anggota tubuh, harta benda, dan kehormatan diri dari sebab-sebab yang merusak adalah wajib.”
Hal yang senada juga disampaikan oleh ulama berikutnya, yakni al-Imam Burhanuddin Ibrahim al-Laqqani (Wafat tahun 1041 H) dalam kitabnya ‘Umdah al-Murid li Jauharah al-Tauhid (al-Syarh al-Kabir) Jilid 5 halaman 2411.
Takut yang diharapkan tentunya bukan takut yang berlebihan sehingga mengkerdilkan akal sehat dan menimbulkan mudarat, tetapi takut yang menghadirkan kewaspadaan. Dari kewaspadaan, muncullah usaha untuk mencegah dan menghindar dari hal-hal yang ditakuti.
Tawassuth (proporsional/mengambil jalan tengah) dalam menghadapi wabah haruslah dihadirkan, yakni dengan berfikir dan bersikap yang senantiasa mengacu kepada pertimbangan “tidak ifrath (berlebihan) dan tidak tafrith (meremehkan)” atau “takut tidak berlebih, berani namun tidak kebablasan.” Wallahu a’lam.
Ponpes Ihya ‘Ulumiddin Pamarican, 14 April 2020
Rujukan:
Syihabuddin Abi al-‘Abbas Ahmad bin Idris bin ‘Abdirrahman al-Shanhaji, Kitab al-Furuq: Anwar al-Buruq fi Anwa’i al-Furuq, Ttp: Dar al-Salam.
Burhanuddin Ibrahim al-Laqqani, Umdah al-Murid li Jauharah al-Tauhid (al-Syarh al-Kabir), Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Posting Komentar untuk "Takut Kepada Selain Allah, Bolehkah?"